Mendikdasmen Dorong Satu Desa Satu TK untuk Penuhi Hak Pendidikan Anak
Mercubuanayogya.ac.id – Satu Desa Satu TK menjadi solusi yang diusung Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti, untuk atasi masalah anak-anak Indonesia yang belum dapat hak pendidikan. Dalam pidato kunci di acara Tanwir I Aisyiyah di Jakarta pada Januari 2025, ia soroti kendala ekonomi, domisili, dan terbatasnya akses pendidikan inklusif. Program Satu Desa Satu TK ini sejalan dengan Wajib Belajar 13 Tahun, mulai dari taman kanak-kanak (TK), untuk wujudkan pendidikan merata dan bermutu. Berikut analisis mendalam tentang usulan ini, tantangan pendidikan, dan peran kolaborasi dengan Aisyiyah dalam mencerdaskan bangsa.
Satu Desa Satu TK: Solusi Hak Pendidikan Anak
Prof. Abdul Mu’ti ungkap masih banyak anak Indonesia terhalang akses pendidikan karena faktor ekonomi, lokasi terpencil, atau kurangnya fasilitas. Data Kemendikbudristek 2024 tunjukkan 2,8 juta anak usia 4–6 tahun belum masuk TK, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Misalnya, di Papua dan NTT, hanya 35% anak usia dini dapat pendidikan formal. Mu’ti ajak semua pihak wujudkan pendidikan inklusif sejak usia dini.
Program Satu Desa Satu TK targetkan setiap desa punya TK untuk dukung Wajib Belajar 13 Tahun. Dengan demikian, anak-anak di pelosok dapat akses pendidikan dasar. Oleh karena itu, inisiatif ini jadi langkah strategis untuk kurangi kesenjangan. Selain itu, pemerintah rencanakan bangun 10.000 TK baru hingga 2027 dengan anggaran Rp15 triliun.
Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Mu’ti soroti terbatasnya akses pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus. Hanya 1.200 Sekolah Luar Biasa (SLB) tersedia pada 2024, layani 87.000 dari 1,6 juta anak disabilitas. “Layanan untuk penyandang disabilitas masih jauh dari ideal,” katanya. Misalnya, di Jawa Tengah, hanya 15% anak disabilitas usia sekolah dapat pendidikan formal.
Kemendikdasmen gandeng Aisyiyah untuk kembangkan kurikulum inklusif dan latih guru di TK dan SD. Dengan demikian, anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama tanpa diskriminasi. Oleh karena itu, pelatihan guru inklusif jadi prioritas. Selain itu, pembangunan SLB baru di daerah terpencil akan dukung target inklusi.
Peran Aisyiyah sebagai Mitra Strategis
Mu’ti harap Aisyiyah, dengan jaringan pendidikan luas, jadi mitra strategis Kemendikdasmen. Organisasi ini kelola 22.000 TK/PAUD pada 2024, layani 1,5 juta anak. Misalnya, program “Aisyiyah Peduli Pendidikan” di Yogyakarta sukses tingkatkan literasi anak usia dini. Mu’ti ajak Aisyiyah dukung Satu Desa Satu TK dan Wajib Belajar 13 Tahun.
Kerja sama ini fokus pada pelatihan guru, penyediaan sarana TK, dan pendidikan inklusif. Dengan demikian, Aisyiyah perkuat ekosistem pendidikan desa. Oleh karena itu, kolaborasi ini jadi model pendidikan berbasis masyarakat. Selain itu, keterlibatan komunitas lokal tingkatkan akuntabilitas program.
Tantangan dan Strategi Implementasi
Tantangan utama Satu Desa Satu TK adalah keterbatasan infrastruktur dan tenaga pendidik di 3T. Data Kemendikbudristek tunjukkan 40% desa di Indonesia belum punya TK, dan 25.000 guru PAUD kekurangan pelatihan formal. Misalnya, di Kalimantan Utara, rasio guru-murid TK capai 1:35, jauh dari ideal 1:20.
Mu’ti usulkan strategi seperti rekrutmen 15.000 guru TK baru hingga 2026 dan perluasan platform Merdeka Mengajar untuk pelatihan daring. Dengan demikian, kualitas pengajaran meningkat di pelosok. Oleh karena itu, anggaran daerah harus alokasikan 5% APBD untuk TK. Selain itu, kemitraan dengan swasta bisa sediakan fasilitas modular di desa terpencil.
Dampak Jangka Panjang untuk Indonesia
Program Satu Desa Satu TK dukung visi Indonesia Emas 2045 melalui SDM unggul. Pendidikan usia dini tingkatkan literasi, numerasi, dan karakter anak, kurangi stunting kognitif. Misalnya, studi UNICEF 2024 tunjukkan anak dengan akses TK 30% lebih siap masuk SD. Program ini juga dorong ekonomi lokal melalui pelatihan guru dan pengadaan sarana.
Dengan demikian, pendidikan inklusif dan merata ciptakan generasi kompetitif. Oleh karena itu, kolaborasi dengan Aisyiyah dan pemangku kepentingan jadi kunci sukses. Selain itu, pemantauan ketat oleh Kemendikdasmen pastikan program tepat sasaran, terutama di daerah tertinggal.
- Masalah Utama: 2,8 juta anak belum akses TK; SLB terbatas untuk disabilitas.
- Solusi Mu’ti: Satu Desa Satu TK, Wajib Belajar 13 Tahun, pendidikan inklusif.
- Peran Aisyiyah: Kelola 22.000 TK/PAUD, dukung kurikulum inklusif.
- Tantangan: Infrastruktur dan guru di 3T; target 10.000 TK baru 2027.
- Dampak: Kurangi kesenjangan, tingkatkan literasi, wujudkan SDM unggul.