Peneliti UGM Gerry Utama Raih Rekor MURI sebagai Penjelajah Antartika Termuda

October 1, 2025 by No Comments

0 0
Read Time:3 Minute, 27 Second

Mercubuanayogya.ac.idJakarta, 1 Oktober 2025 – Gerry Utama, peneliti lulusan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 2011, meraih penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai orang Indonesia termuda yang melakukan riset Antartika pada usia 30 tahun. Ia tergabung dalam misi 69th Russian Antarctic Expedition (RAE) yang diselenggarakan Arctic Antarctic Research Institute (AARI) di Saint Petersburg, Rusia. Penghargaan ini diberikan di kantor MURI, Jakarta, pada Senin, 22 September 2025. Selama ekspedisi, Gerry menghasilkan peta geomorfologi Pulau King George dan menemukan fosil kayu berusia 130 juta tahun, memperkuat posisi Indonesia di panggung riset global. Oleh karena itu, kisahnya menjadi inspirasi bagi peneliti muda Tanah Air untuk mengejar eksplorasi ilmiah di lingkungan ekstrem.

Kontribusi Gerry dalam Riset Antartika

Gerry, asal Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menjadi orang Indonesia dan Asia pertama yang mendapat akses ke program riset AARI melalui 69th RAE. Keikutsertaannya merupakan bagian dari studi magister dan doktoral di bidang Paleogeografi Kuarter di Saint Petersburg State University. Dalam misi ini, ia memetakan lanskap Pulau King George dan menemukan fosil kayu berusia 130 juta tahun, bukti bahwa Antartika pernah subur dengan vegetasi.

“Temuan ini memperkuat teori bahwa Antartika memiliki sejarah ekologi yang kaya,” ujar Gerry, dikutip dari situs UGM, Rabu, 1 Oktober 2025. Penelitiannya berkontribusi pada data paleoklimatologi global, relevan untuk memahami perubahan iklim saat ini. Ekspedisi ini juga bertepatan dengan peringatan 74 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Rusia, menambah makna historis. Dengan demikian, Gerry tidak hanya mencatat prestasi pribadi, tetapi juga memperkuat kerja sama ilmiah bilateral.

Pengalaman Ekstrem Selama Riset Antartika

Momen paling berkesan bagi Gerry adalah mendarat di Stasiun Mirny, stasiun riset pertama Rusia di Antartika, melalui Kapal Akademik Tyroshnikov. “Mobilisasi dilakukan dengan sangat rapi, namun suhu minus 50 derajat Celsius menjadi tantangan terbesar,” ungkapnya. Ia dan tim harus menyesuaikan ritme tidur dengan jadwal kapal dan operasional stasiun, yang sering tidak menentu.

Kondisi ekstrem ini menuntut ketahanan fisik dan mental. Gerry menyoroti pentingnya kesehatan untuk bertahan di lingkungan Antartika. Selain itu, Indonesia belum meratifikasi Traktat Antartika, membuat akses riset terbatas. Oleh karena itu, partisipasi Gerry melalui jalur akademik menjadi terobosan penting bagi peneliti Indonesia. Pengalaman ini juga mengajarkannya tentang dinamika kerja tim internasional, mengelola tantangan lintas budaya di bawah tekanan.

Rekor MURI dan Motivasi Peneliti Muda

Penghargaan MURI sebagai penjelajah Antartika termuda menjadi kebanggaan sekaligus motivasi bagi Gerry. “Rekor ini mendorong peneliti muda Indonesia untuk berani menjelajahi wilayah ekstrem,” katanya. Ia berharap prestasinya menginspirasi lebih banyak talenta untuk terlibat dalam riset kutub.

Gerry menekankan pentingnya riset Antartika bagi Indonesia. “Mengaitkan data Antartika dengan wilayah tropis seperti Indonesia menghasilkan analisis iklim yang komprehensif,” jelasnya. Penelitian ini dapat menjadikan Indonesia sebagai hub riset Antartika di ASEAN, terutama jika Traktat Antartika diratifikasi. Misalnya, data paleoklimatologi bisa memprediksi dampak fenomena seperti El Niño. Dengan demikian, Gerry ingin studinya berkontribusi pada kebijakan lingkungan global.

Tantangan Riset Antartika bagi Indonesia

Riset Antartika menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia. Sebagai negara tropis, Indonesia kekurangan infrastruktur riset kutub, dan belum meratifikasi Traktat Antartika membatasi akses. Gerry menjadi pelopor melalui jalur akademik, tetapi ia menyerukan dukungan pemerintah. “Indonesia harus aktif, karena Antartika kunci untuk memahami iklim global,” tegasnya.

Peneliti Antartika membutuhkan pelatihan ketat untuk menghadapi suhu ekstrem dan isolasi. Pendanaan juga bergantung pada mitra internasional seperti AARI. Oleh karena itu, Gerry mendorong program riset nasional untuk mendukung talenta muda. Peluangnya besar, seperti memperkuat prediksi iklim tropis melalui data Antartika, yang relevan untuk pertanian dan bencana alam di Indonesia.

Visi Gerry dan Hub Antartika ASEAN

Gerry berkomitmen melanjutkan riset Antartika setelah doktoralnya di Saint Petersburg State University. Ia berencana berkolaborasi dengan UGM dan universitas lain di Indonesia untuk mengembangkan studi paleoklimatologi. “Indonesia bisa jadi hub Antartika ASEAN, menggabungkan data kutub dan tropis,” ujarnya. Visi ini mendukung peran Indonesia sebagai pemimpin riset lingkungan di kawasan.

Rekor MURI memperkuat reputasi Fakultas Geografi UGM sebagai penghasil peneliti kelas dunia. Dengan demikian, kisah Gerry menjadi teladan bahwa dedikasi ilmiah dan ketahanan fisik dapat membawa Indonesia ke panggung global. Ia menegaskan bahwa riset Antartika membutuhkan ilmu mendalam dan kesehatan prima, mengingat kondisi ekstrem yang dihadapi.

Pada akhirnya, perjalanan Gerry bukan hanya tentang rekor, tetapi tentang membuka peluang bagi Indonesia di ranah riset kutub. Dengan semangat eksplorasi, ia menunjukkan bahwa batas geografis bukanlah halangan untuk mencetak sejarah ilmiah.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %