I Made Joni, Dosen Unpad Masuk 2% Ilmuwan Dunia Berkat Riset dan Paten Nanoteknologi

October 16, 2025 by No Comments

0 0
Read Time:3 Minute, 35 Second
JAKARTA – Kecintaannya pada dunia nanoteknologi membawa I Made Joni, peneliti sekaligus dosen Universitas Padjadjaran (Unpad) , menembus daftar 2% ilmuwan paling berpengaruh di dunia (World’s Top 2% Scientist) versi Stanford University dan Elsevier.

Prestasi Made tercapai melalui riset yang konsisten dan berdampak luas, khususnya pada pengolahan dan sintesis nanoteknologi. Pemegang sejumlah paten ini melihat teknologi nano sebagai bidang strategis yang menjembatani penelitian dasar dengan penerapan lanjutan di berbagai sektor.

Rangkaian paten yang dihasilkan oleh Made dan tim memperlihatkan arah riset yang tetap: menghubungkan sains dasar dengan aplikasi praktis yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat dan industri.

Banyak dari paten tersebut berangkat dari riset nanoteknologi dan material fungsional, disiplin yang aplikasinya luas lintas sektor. Lewat inovasi seperti baterai aluminium–air, dispersi silika nano untuk cat antibakteri dan self cleaning, serta generator mikronano bubble (FIBUTECH) untuk pengolahan air, Made menawarkan solusi nyata atas tantangan nasional, mulai dari ketahanan energi, kesehatan lingkungan, hingga peningkatan mutu hasil pertanian.

“Riset saya itu sebenarnya di bidang pengolahan atau sintesis nano. Ini teknologi yang umum dan sangat advanced untuk berbagai aplikasi,” paparnya, melalui siaran pers, Kamis (16/10/2025).

Menurutnya, teknologi ini bisa diterapkan pada pembuatan pupuk dari bahan mentah, pengembangan obat dengan desain nano, serta berbagai inovasi lintas sektor.

Salah satu proyek yang sedang dikembangkan timnya adalah pupuk berbasis silika (SiO₂) yang berfungsi memperkuat batang padi agar tidak mudah rebah saat diterjang angin.

“Kita kasih pupuk silika melalui daun supaya lebih cepat. Jadi nanti batangnya bisa kuat, performanya bagus,” katanya.

Made juga mengembangkan material nano magnetik Fe₃O₄ bersifat superparamagnetik yang berpotensi sebagai pembawa obat sekaligus untuk pencitraan medis mirip MRI, yang dikenal sebagai Magnetic Particles Imaging (MPI). Material ini bahkan pernah dipakai untuk ekstraksi DNA-RNA saat pandemi Covid-19 dan sekarang sudah dapat diproduksi dalam negeri.

Sebagai Ketua Pusat Unggulan IPTEKS Functional Nano Powder Unpad, ia berpendapat bahwa kekayaan sumber daya alam Indonesia seharusnya menjadi modal utama pengembangan teknologi. Namun untuk mengoptimalkannya diperlukan penguasaan teknologi “tengah”, yakni proses yang mengubah bahan mentah jadi produk bernilai tambah.

“Indonesia sebenarnya sangat kaya, tapi belum bisa secara langsung meningkatkan kesejahteraan karena teknologi tengahnya itu tidak ada. Tugas kita itu mentransformasi ini menjadi sesuatu teknologi yang bisa mensejahterakan, bukan hanya satu industri tapi berbagai sektor,” jelasnya.

Di level global, Made melihat nanoteknologi sebagai kunci untuk pembangunan berkelanjutan karena kemampuannya menangani isu strategis seperti energi, pangan, kesehatan, dan lingkungan.

“Kalau saya rangkum, nanoteknologi itu untuk teknologi yang sustainable, yang membuat kelestarian. Lingkupnya energi, lingkungan, kesehatan, dan pangan. Dan itu kadang-kadang tidak bisa dikerjakan oleh satu bidang ilmu saja, bahkan lintas negara,” jelasnya.

Perjalanan akademik Made bermula dari fisika teoretis, lalu bergeser ke arah yang lebih aplikatif sehingga memadukan teori dan praktik untuk menghadirkan penerapan sains yang nyata bagi masyarakat. Ia meraih Sarjana Fisika (S.Si.) dari Unpad pada 1998 (Instrumentasi), Magister Fisika (M.Sc.) dari Jawaharlal Nehru University, New Delhi pada 2000 (Fisika Teori), dan gelar Doktor Engineering dari Hiroshima University, Jepang pada 2011 (Rekayasa Material Nano) melalui beasiswa Doktor Luar Negeri Dikti angkatan pertama. Ia mulai mengajar di Departemen Fisika FMIPA Unpad pada 2001 dan dipromosikan menjadi Guru Besar pada 2016 karena kinerja yang unggul.

“Saya lahir dari bidang theoretical physics, tapi sekarang menggeser sedikit ke bidang yang sangat applied. Tidak mengurangi aplikasinya, justru memperluas penerapannya,” katanya.

Made menegaskan bahwa pencapaian sebagai profesor dan peneliti berkelas internasional bukan hasil instan, melainkan buah dari semangat tridarma perguruan tinggi—mengajar, meneliti, dan mengabdi.

“Untuk bisa mengajar dengan baik, kita harus meneliti. Karena ilmu akan mendalam kalau kita teliti. Untuk bisa memberikan dampak ke masyarakat, kita juga harus riset apa yang mau dihilirkan. Siklus tiga ini saling berkaitan, enggak bisa dipisahkan,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa reputasi internasional dibangun lewat konsistensi publikasi ilmiah dan kontribusi pada komunitas akademik; karya berkualitas akan mendapat sitasi dan pengakuan global.

“Kalau tulisan kita bagus, kita akan disitasi. Dan kita juga harus sering kontribusi, misalnya melakukan review. Proses inilah yang membuat kita terekognisi,” tambahnya.

Untuk para dosen dan peneliti muda, Made menganjurkan bekerja dengan paradigma strategis, bukan sekadar pragmatis, serta melaksanakan rencana secara bertahap hingga tercapai tujuan.

“Lakukan sesuatu yang strategik, bukan pragmatis. Kerjain aja sesuai dengan goal yang sudah di-set, step by step,” katanya.

“Jangan langsung menaruh sesuatu yang besar, lakukan step by step. Kalau strategis, artinya kita berpikir objektif apa yang harus saya kerjakan untuk hal strategis apa,” tuturnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %