Inovasi ITB: Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat?
Pernah terpikir enggak sih, minyak bekas penggorengan di dapur kita bisa terbang? Kedengarannya mustahil, ya? Tapi, tiga mahasiswa keren dari ITB berhasil membuktikan bahwa minyak jelantah jadi bahan bakar pesawat itu bukan lagi mimpi! Ini bukan sulap, ini inovasi!
Mereka adalah Tim Agrinuva, beranggotakan Hanif Yusran Makarim, Muhammad Daffa Anrizky, dan Veronicha Zenith Shanvial S. Di bawah bimbingan Meiti Pratiwi, mereka sukses membawa nama harum almamater dengan penelitian yang bikin takjub.
Menguak Rahasia: Bagaimana Minyak Jelantah Berubah Jadi Energi Pesawat?
Jadi, bagaimana sih sebenarnya proses mengubah limbah dapur jadi bahan bakar pesawat canggih? Tim Agrinuva mengusung judul karya “Valorization of Used Cooking Oil through Hydroprocessed Ester and Fatty Acid (HEFA) Pathway and NiMo-based Catalytic Cracking.” Wow, namanya panjang dan canggih, ya?
Metode HEFA dan Katalis NiMo: Kunci Utama Prosesnya
Sederhananya, penelitian mereka fokus pada konversi limbah minyak jelantah menjadi bahan bakar pesawat berkelanjutan atau yang sering disebut Sustainable Aviation Fuel (SAF). Ini adalah upaya nyata untuk mendukung transisi ke industri hijau dan rendah karbon.
Mereka menggunakan jalur HEFA dan proses catalytic cracking dengan katalis berbasis NiMo. Dengan metode ini, komponen-komponen dalam minyak jelantah diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan senyawa yang karakteristiknya mirip dengan bahan bakar jet konvensional, namun jauh lebih ramah lingkungan.
Dari Limbah Dapur ke Energi Masa Depan: Potensi Luar Biasa Minyak Jelantah!
Ide penelitian ini berawal dari fakta mengejutkan: Indonesia menghasilkan sekitar 1,2 juta kiloliter limbah minyak jelantah per tahun, dan angkanya terus bertambah sekitar 2,32% setiap tahun! Sayangnya, potensi sebesar itu belum dimanfaatkan secara optimal.
Nah, Tim Agrinuva hadir membawa solusi cemerlang. Melalui inovasi ini, mereka tidak hanya mengubah limbah menjadi sesuatu yang bernilai tinggi, tetapi juga menawarkan solusi energi berkelanjutan yang sangat dibutuhkan. Bayangkan, sampah dapur kita bisa jadi penyelamat lingkungan!
Apa saja sih dampak positif dari inovasi ini? Banyak sekali, lho!
- Mencegah pencemaran air dan tanah akibat pembuangan limbah minyak yang tidak bertanggung jawab.
- Menurunkan emisi karbon hingga 80% dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil.
- Mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang tak terbarukan.
- Mempercepat pencapaian target net-zero emission, khususnya di sektor penerbangan.
Kemenangan Internasional yang Menginspirasi: Perjalanan Tim Agrinuva
Kerja keras Tim Agrinuva membuahkan hasil manis. Mereka berhasil meraih Juara 3 dalam ajang International Chemical Engineering Research Competition (CERCo) 2025!
Kompetisi bergengsi ini diselenggarakan oleh Chemical Engineering Student Association of Diponegoro University. Dengan tema “Accelerating the Transition to a Carbon-Free Industry for a Sustainable Future,” kompetisi berlangsung pada 2 Agustus–11 Oktober 2025 secara luring di Universitas Diponegoro, Semarang.
“Sangat bersyukur dapat merasakan pengalaman pertama menang kompetisi berskala internasional,” tutur Veronicha, salah satu anggota tim. Sebuah pengakuan global atas inovasi ramah lingkungan dari anak bangsa yang patut kita banggakan.
Melangkah Maju Menuju Penerbangan yang Lebih Hijau
Usai kompetisi, Tim Agrinuva berkomitmen untuk terus mengembangkan diri dalam riset dan inovasi energi berkelanjutan. Baik melalui studi akademik maupun kolaborasi penelitian, mereka siap mendukung transisi energi hijau di Indonesia.
Ini adalah langkah besar menuju masa depan penerbangan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Semoga inovasi minyak jelantah jadi bahan bakar pesawat ini bisa segera diimplementasikan secara luas, ya! Mari kita dukung terus para peneliti muda Indonesia yang berprestasi!
